Sebuah
kecenderungan terlihat, semakin sekuler sebuah negara semakin tinggi tingkat
bunuh diri warganya. Dari situs wikipedia.org,
penulis mendapat data tingkat angka bunuh diri per 100.000 orang per tahun. Jepang,
Rusia, Korea Selatan, Swiss, Francis, termasuk negara yang berada di papan atas
dalam hal bunuh diri. Rata-rata per tahun antara 17 sampai 38 orang warga
negaranya melakukan bunuh diri.
Hwang Sang-Min, seorang psikolog dari Universitas Yonsei, mengungkapkan bahwa orang Korea cenderung membentuk identitas mereka sesuai pandangan orang lain terhadap dirinya. Selain itu, mereka juga memiliki konsep Han — yaitu bersikap diam dan berusaha tabah walau dalam keadaan marah. Faktor lain yang juga berpengaruh dalam tingginya tingkat bunuh diri di kalangan selebritas Korea adalah kurangnya program konseling. Budaya Korea yang cenderung tertutup juga membuat para selebritas itu malu jika ketahuan publik saat pergi ke konseling atau sedang mengalami depresi. Selain itu, faktor agama rupanya juga memegang peran. Hampir setengah penduduk Korea tidak memiliki agama, sehingga ketika mereka mengalami depresi, penghargaan terhadap nilai kehidupan pun rendah. Kepercayaan akan konsep reinkarnasi juga membuat orang Korea terdorong untuk mengakhiri hidup mereka dan menjalani kehidupan baru yang mungkin lebih baik dari sekarang. (facebook.com).
Hwang Sang-Min, seorang psikolog dari Universitas Yonsei, mengungkapkan bahwa orang Korea cenderung membentuk identitas mereka sesuai pandangan orang lain terhadap dirinya. Selain itu, mereka juga memiliki konsep Han — yaitu bersikap diam dan berusaha tabah walau dalam keadaan marah. Faktor lain yang juga berpengaruh dalam tingginya tingkat bunuh diri di kalangan selebritas Korea adalah kurangnya program konseling. Budaya Korea yang cenderung tertutup juga membuat para selebritas itu malu jika ketahuan publik saat pergi ke konseling atau sedang mengalami depresi. Selain itu, faktor agama rupanya juga memegang peran. Hampir setengah penduduk Korea tidak memiliki agama, sehingga ketika mereka mengalami depresi, penghargaan terhadap nilai kehidupan pun rendah. Kepercayaan akan konsep reinkarnasi juga membuat orang Korea terdorong untuk mengakhiri hidup mereka dan menjalani kehidupan baru yang mungkin lebih baik dari sekarang. (facebook.com).
Berdasarkan
fakta di atas, saya analisis masyarakat Korea bermasalah dalam hal kepercayaan.
Penyebabnya adalah masyarakat Korea memiliki pandangan hidup yang salah, sehingga
eksistensi hidupnya di dunia sangat rentan dan rapuh. Berikut saya sajikan
letak kesalahan pola pikir atau kepercayaan masyarakat Korea dari sudut pandang
agama.
1. Orang
Korea Membentuk Identitas berdasar Pandangan orang lain.
Dalam
Islam, pola pikir seperti ini bertentangan dengan salah satu tiga komitmen (3Qul)
ketundukkan manusia kepada Tuhan. Membentuk identitas berdasar pandangan orang
lain, bertentangan dengan komitmen bahwa manusia tidak akan terpengaruh oleh
manusia. “Katakanlah: "Aku
berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia.” (An Naas:1).
Ayat in memberi keterangan bahwa manusia memiliki pengaruh terhadap manusia
lainnya.
Manusia
yang hidupnya dipengaruhi manusia lain cenderung tidak bisa menerima kekurangan
dan selalu khawatir. Manusia di luar dirinya dipersepsi tidak akan mengampuni dan
akan meninggalkan dirinya jika tidak tampil sempurna. Inilah penyebab
kekhawatiran jika kita beroreintasi pada manusia lain.
Berbeda
dengan Tuhan, sekalipun tampil tidak sempurna, Tuhan akan selalu menerima
karena Tuhan tidak menuntut manusia hidup sempurna. Tuhan hanya memerintahkan
manusia untuk berbuat yang terbaik sesuai dengan kemampuan masing-masing. “Allah tidak membebani seseorang melainkan
sesuai dengan kesanggupannya”. (Al Baqarah:286). Dengan demikian manusia
akan tetap tenang sekalipun tidak tampil sempurna.
2. Orang
Korea punya sikap diam dan tertutup.
Dalam
Islam prinsip paling mendasar yang harus dijaga adalah untuk selalu
berinteraksi. Konsep interaksi dikenal dengan silaturahmi. “…dan (peliharalah) hubungan silaturahmi.
Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. (An Nisaa:1).
Dalam
penelitian Emile Durkheim, penyebab bunuh diri adalah komunikasi yang tidak
efektif, sikap tertutup dan menyendiri. Orang-orang seperti ini menjadi tidak
punya ikatan sosial kuat, sehingga cenderung mengambil keputusan egois untuk
menutupi aibnya dari pandangan orang lain.
3. Orang
Korea Krisis Keyakinan.
Setengah
penduduk Korea tidak miliki agama. Kepercayaan kepada Tuhan akan membantu
manusia tetap bangkit sekalipun dalam kondisi sulit. Berharap kepada Tuhan,
akan membentuk pribadi manusia yang tidak akan pantang putus asa. Selama manusia
hidup atau pun mati Tuhan akan tetap hidup, maka dari itu Tuhan sangat
menganjurkan kepada manusia untuk selalu berharap pada Tuhan, supaya harapannya
tetap hidup karena Tuhan tidak akan pernah mati. “jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada
berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir". (Yusuf:87).
4. Orang
Korea dikendalikan Mitos.
Reinkarnasi
adalah mitos yang tidak memiliki legitimasi bahwa sumber ajaran tersebut dari
Tuhan. Sampai saat ini saya belum menemukan ajaran dasar dari wahyu Tuhan, yang
menerangkan tentang reinkarnasi. Ajaran ini adalah budaya pagan yang wariskan
secara turun temurun. Sesuatu yang tidak jelas asal usulnya tidak bisa
dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan.
Melihat fakta
budaya orang Korea, saya menarik kesimpulan bahwa mengapa budaya bunuh diri di
Korea tinggi? Intinya orang Korea mengalami krisis keyakinan, akibatnya orang
Korea mengalami disorientasi hidup. Tujuan hidupnya menyimpang menuju kebinasaan,
bukan kekekalan seperti yang dijanjikan Tuhan.
Untuk itu orang Korea mudah sekali putus asa, dan Tuhan melarang sekali putus asa. Berdasarkan hasil riset, dari evaluasi kadar optimisme dan pesimisme dari 122 pria yang mengalami serangan jantung, delapan tahun kemudian, dari 25 orang yang paling pesimis, 21 di antaranya meninggal dunia. Sementara itu dari 25 orang paling optimis hanya 6 orang yang meninggal. Salah satu teori berpendapat bahwa sikap optimis dapat menghindarkan diri dari depresi, cemas, dan stress, serta rentan terkena kanker. (Sholeh, 2012:158).
Untuk itu orang Korea mudah sekali putus asa, dan Tuhan melarang sekali putus asa. Berdasarkan hasil riset, dari evaluasi kadar optimisme dan pesimisme dari 122 pria yang mengalami serangan jantung, delapan tahun kemudian, dari 25 orang yang paling pesimis, 21 di antaranya meninggal dunia. Sementara itu dari 25 orang paling optimis hanya 6 orang yang meninggal. Salah satu teori berpendapat bahwa sikap optimis dapat menghindarkan diri dari depresi, cemas, dan stress, serta rentan terkena kanker. (Sholeh, 2012:158).
Data ini memiliki hubungan bahwa sikap pesimis ikut membantu seseorang untuk mengambil keputusan bunuh diri. Kesimpulannya sikap pesimis bisa mempercepat kematian seseorang bagaimanapun caranya. Untuk itu Tuhan mengharamkan (melarang) manusia pesimis dan orang Korea tidak pernah mendapat larangan seperti ini dari Tuhan karena mereka tidak mengenal Tuhan. Wallahu ‘alam.
(Muhammad
Plato, @logika_Tuhan)
No comments:
Post a Comment