Anda
masih ingat tentang cerita Malinkundang, anak durhaka kepada orang tuanya? Cerita
ini sudah pasti banyak dikenal di masyarakat Indonesia, karena jadi cerita
turun-turun. Sayang kalau ada yang menganggap cerita Malinkundang hanya
dongeng, sebab cerita ini merupakan bentuk lain dari cara masyarakat mengajarkan
standar berprilaku kepada setiap generasi. Cerita Malinkundang bukan hanya
mengandung pesan moral tetapi pesan Tuhan yang dikemas dalam bentuk cerita rakyat.
Pesan
moral cerita Malinkundang adalah anjuran kepada para generasi muda untuk selalu
dapat menghormati kedudukan orang tua, dalam segala kondisi. Akhir cerita
Malinkundang jadi batu adalah penegasan bahwa berbuat durhaka kepada orang tua
adalah perbuatan mutlak dilarang. Batu dalam cerita Malikundang merupakan tanda bahwa berbuat durhaka kepada orang tua adalah hal yang mutlak bahwa para generasi muda dari masa ke masa tidak boleh berbuat durhaka kepada orang tuanya.
Kemutlakan
itu dijelaskan dalam firman Tuhan. Inilah keterangan yang menjelaskan bahwa
cerita Malinkundang mengandung pesan Tuhan. “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu
jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu
dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya
sampai berumur lanjut dalam pemeliharaan mu, maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (Al
Israa:23).
Sedikitnya, Saya menemukan dua fakta bahwa mereka yang punya masa lalu tidak harmonis dengan orang tua kandungnya, akan mengalami masalah yang sulit dipahami oleh akal. Dua fakta yang akan saya ungkap di bawah ini sangat menarik untuk kita dijadikan bukti bahwa prilaku hidup di dunia memiliki standar baku yang tidak boleh dilanggar.
Sedikitnya, Saya menemukan dua fakta bahwa mereka yang punya masa lalu tidak harmonis dengan orang tua kandungnya, akan mengalami masalah yang sulit dipahami oleh akal. Dua fakta yang akan saya ungkap di bawah ini sangat menarik untuk kita dijadikan bukti bahwa prilaku hidup di dunia memiliki standar baku yang tidak boleh dilanggar.
Fakta
pertama adalah ada seorang perempuan yang mengalami gangguan kesehatan sampai
delapan tahun. Perempuan tersebut mengalami halusinasi, sering tidak sadar
diri, tidak bisa tidur, kadang ada rasa sakit yang tidak tertahankan, dan tidak teridentifikasi oleh medis. Penyakit ini dideritanya sampai sepuluh tahun.
Kisah
ini saya dapatkan dari Buku berjudul “Korban Santet Kisah Nyata”, karya Tiana
Amarilis Kasih (2010). Buku ini mengisahkan pengalaman, bagaimana Dia berusaha untuk
sembuh dari penyakit yang menurut beliau akibat Santet. Dia obati penyakit dengan berbagai cara medis atau pun non medis.
Setelah saya kaji dari awal cerita, perempuan itu tidak pernah mengaitkan antara penyakit yang diderita dengan
dosa yang pernah dia lakukan kepada orang tuanya. Inilah penggalan dialog kisah
memilukan yang dialami orang tua akibat prilaku anak.
“Apa
(panggilan untuk ayah di suku Sunda) maaf. Tiana sudah tidak tahan lagi. Tiana mengundurkan diri”. Bapakku terlihat
sedih, dengan suara lirih”.
“kamu
harus bertahan. Jangan mengundurkan diri. Siapa yang akan membuat laporan
keuangan ke Bank? Tiana. Apa pergi dari kampung ke Bandung karena dikejar
gerombolan DI/TII. Di Bandung tidak ada seorangpun yang Apa kenal, tekad Apa
hanya ingin menyelematkan keluarga. Kamu pikir semua ini tercipta seketika? Apa
membangunnya sedikit demi sedikit. Cobaan selalu ada, tetapi apa selalu
bertahan, bekerja dan berdoalah Allah akan memberi jalan”.
“Tapi
bagaimana bisa ada jalan, kalau tetap dalam kondisi sekarang, bagaimana mampu
membayar bunga dan cicilan? Kita Over
Investment! Tanah lima hektar, bangunan pabrik 10000 m persegi, sedangkan
mesin weaving hanya 50 unit, hasil
produksi hanya 250.000 m/bulan. Hutang bunga per bulan 135 juta dan hutang
pokok 5 milyar. Untuk bisa bayar bunga dan utang pokok harga kain mau dijual
berapa? Sampai kapan pun kita tidak akan mampu membayar utang. Tiana sudah
membuat bisnis plan dan meminta direstructure pinjaman kita, dan tambahan
modal, tapi Bank Menolak”.
“kamu
pikir, bisnis hanya hitung-hitungan angka saja? ada faktor lain, dan memohonlah
kepada Allah pasti ada jalan!”.
“Aku
tidak pedulikan Bapakku. Aku tetap keluar dan pergi ke Jakarta mencari kerja,
menjadi orang gajian. Sejak itu, jika aku pulang ke rumah bertahun-tahun
Bapakku selalu menghindar untuk bertemu dan berbicara dengan ku, jiwanya
terluka, sekarang aku bersimpuh dipangkuannya untuk memohon doa restu”.
Dengan
membaca potongan dialog di atas, Anda mungkin bisa merasakan bagaimana hancur
dan remuknya hati seorang Bapak diperlakukan seperti itu oleh anak kandungnya
sendiri. Inilah dosa besar yang dilakukan oleh seorang anak kepada Bapaknya.
Maka
dari itu, jika kita baca atas nama Tuhan, penyakit (santet) yang diderita oleh
perempuan itu mengandung makna sebagai berikut:
- Balasan atas dosa yang pernah dilakukan kepada Bapaknya.
- Balasan tersebut, sekaligus penggugur dosa perempuan tersebut.
- Ujian bagi perempuan tersebut berkaitan dengan keyakinan (ketauhidan) pada Tuhan. Sebab pada dialog, ada tersirat bahwa perempuan tersebut menyepelekan Allah swt sebagai maha kuasa.
- Mengajarkan kepada perempuan tersebut bahwa berbuat baik pada ibu bapak adalah standar hidup manusia yang tidak boleh diabaikan begitu saja.
Kasus
kedua tidak kalah menarik. Ketika saya mengajar mata kuliah kewarganegaraan,
saya selalu mengaitkan ilmu dengan nilai-nilai ajaran agama. Ketika cerita
tentang kisah perempuan yang bisa menikah karena bersedekah ke anak yatim,
diakhir perkuliahan ada mahasiswi muda belia menghampiri. Lalu dia
berkisah tentang elegi hidupnya. Berikut adalah kisahnya;
“Usia
saya 26 tahun, penghasilan saya 40 juta per bulan. Saya punya kendala
dalam hidup saya, yaitu sudah lima kali dilamar selalu berakhir dengan
kegagalan. Sekarang saya menunggu seseorang, tetapi tidak pernah ada
komunikasi, bahkan orang itu sengaja menutup komunikasi dengan saya. Tapi ketika saya bertanya ke orang pintar, lalu saya dikasih wirid dan disuruh
menunggu orang itu. Sekarang saya bingung harus menunggu tapi tanpa komunikasi. Saya tinggal di apartemen, tinggal sendiri,
perasaan saya seperti ditinggalkan semua orang, selalu kesepian kadang menangis tanpa sebab. Dan saya
tidak bisa tinggal sendirian di rumah”.
“Ibu
Bapak saya cerai, dan saya menjadi tulang punggung untuk Ibu dan adik-adik
saya. Sekarang usaha saya sudah lancar, dan keuangan tidak ada masalah. Namun
saya sudah tidak dianggap anak oleh Bapak saya. Entah kenapa, perasaan saya, saya tidak punya
salah”.
“Sebagai
muslim, saya melaksanakan shalat lima waktu, dan tahajud. Bisnis saya bisa
berkembang karena ketika merintis bisnis saya sering tahajud. Sekarang setiap
bulan, saya selalu keluarkan dana minimal 5 jutaan untuk yatim dan bantu
orang-orang kekurangan.”
Kalau
kita cermati, kasus pertama dan kedua, sama. Masalahnya adalah mereka tidak
menyadari bahwa mereka berdua telah berbuat sesuatu yang sangat prinsip dan
sangat dilarang oleh Tuhan, karena hal itu merupakan standar operasional prilaku manusia di
dunia, jika ingin hidup sejahtera di dunia dan akhirat.
Solusinya,
penyakit yang kita derita bersumber dari dosa. Sebelum kita berupaya mengobati dengan berbagai macam cara yang kasat mata, baiknya lakukan dulu pertobatan. Bagi muslim, lakukan shalat tobat, akui bahwa apa yang pernah
dilakukan adalah dosa, apalagi jika dosa terhadap orang tua. Jika berdosa kepada orang tua, datangi orang tua kita, bersujud meminta ampun kepada orang tua, sampai orang tua
benar-benar mengampuninya.
Setelah
itu lakukan percepatan pembersihan dosa, dengan perbanyak shalat tahajud, dan dhuha. Untuk mempercepat pembersihan dosa, keluarkan sedekah jalam jumlah besar, ikuti
urutan distribusinya sesuai dengan anjuran di dalam Al-Qur’an
Dengan izin Allah segala keburukan akan terputus. Inilah janji Allah swt dalam kitab suci
Al-Qur’an. “Sesungguhnya Kami telah
memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka
dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang
yang membenci kamu dialah yang terputus”. (Al Kautsar: 1-3)
Silahkan buktikan, berdasarkan surah Al-Kautsar pemutus keburukan itu adalah shalat
dan berkorban. Dari kasus yang dialami dua orang perempuan di atas, mereka
rata-rata belum memahaminya. Shalat mungkin sudah dilakukan, tetapi selama pikirannya belum memahami, menyadari ada dosa besar yang pernah dilakukan, kemungkinan besar shalatnya menjadi tidak bermakna.
Kesahalan mereka dalam menyelesaikan masalah, tidak menyelesaikan akar masalah. Itulah penyebab kenapa masalah mereka tidak pernah selesai-selesai. Wallahu ‘alam.
No comments:
Post a Comment