Saat ini adalah abad Everyman
(setiap orang). Abad profesi telah berlalu. Adalah tugas setiap muslim-pria,
wanita, atau anak-anak untuk terlibat (memahami dan menyebarkan kebenaran),
sesuai dengan kemampuan masing-masing. (Deedat: 1999).
Abad everyman dilatarbelakangi
oleh lahirnya serangkaian buku baru dengan tujuan membekali setiap pria atau
wanita untuk mempelajari seni atau keterampilan seperti: pipa ledeng, barang
pecah belah, bagian-bagian kayu dalam rumah, dan lain-lain dengan belajar di
rumah. Dengan demikian tidak ada lagi tenaga-tenaga profesional, saatnya setiap
orang bisa mengerjakan berbagai macam jenis pekerjaan, dengan belajar sendiri.
Faktor lain yang menunjang abad
everyman adalah berkembangnya teknologi informasi. Dengan mudahnya akses internet
melalui smart phone, tablet, laptop, dan berkembangnya berbagai macam media
sosial, telah memudahkan setiap orang untuk mengakses berbagai macam informasi
yang dibutuhkan. Informasi tentang hidup sehat, penyembuhan penyakit, resep
masakan, resep kue, dan lain-lain, termasuk berbagai tafsir Al-Qur’an, hadist,
aliran agama, bisa diakses oleh setiap orang.
Kini, telah terjadi demokratisasi
pengetahuan. Semula pengetahuan terbatas milik kaum bangsawan. Pengetahuan hanya
bisa didapat melalui lembaga-lembaga informal yang dianggap memiliki otoritas
sebagai pemilik ilmu pengetahuan atau lembaga-lembaga formal yang disyahkan
oleh penguasa. Kini pengetahun menjadi milik semua orang, maka dari itu kita tidak
lagi mengenal spesialisasi, tanggung jawab bukan lagi ada dalam sebuah kelompok,
tapi berada di individu-individu.
Ahmed Deedat ingin mengingatkan bahwa
dalam beragama kadang-kadang kita lupa mana kebenaran dan mana prasangka. Dalam
beragama kita sering terjebak pada prasangka karena kebiasaan yang telah terprogram
sejak kecil oleh kebiasaan, atau tradisi. Karena prasangka sudah terprogram,
didoktrinkan sejak kecil, maka bagaimanapun kebenaran dengan terang mereka tidak
dapat menemukan kebenaran.
Dalam agama Kristen, mengimani
kitab suci lebih utama dari pada memahaminya. Padahal pemahaman dapat
meningkatkan keimanan. Dalam agama Hindu, hanya Brahmana sebagai strata tertinggi
yang memiliki tugas untuk membaca dan mempelajari kitab suci. Golongan terendah
yaitu Paria, jangankan membaca mendengarkan saja tidak boleh. Monopoli kaum
Brahmana dalam membaca dan memahami kitab suci menjadi salah satu bentuk
ketidakadilan yang diciptakan oleh agama.
Di abad everyman setiap orang
memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan pemahaman keagamaannya dan bertugas
menyampaikankannya kepada semua orang. Fasilitas itu tersedia melalui berbagai
aplikasi teknologi inforamsi. Gerakan menyebarkan kebenaran bukan lagi gerakan
kelompok, tapi gerakan semesta (gerakan semua orang).
Inilah pandangan Ahmed Deedat.
Beliau mengemukakan setelah memahami kebenaran, tetapi banyak orang tidak mau
memahaminya dengan alasan bertaklid kepada otoritas yang mereka percaya lebih
tahu tentang kebenaran. Mereka telah diprogram untuk tidak tahu kebenaran
diprogram untuk takut pada otoritas kelompok bukan pada Tuhan.
Islam adalah agama yang tidak
mengenal otoritas sebuah kelompok dalam menafsirkan wahyu Allah. Hal yang
dikenal dalam Islam adalah kewajiban untuk bermusyawarah dalam memutuskan suatu
perkara. Jika tidak ada kesepakatan, tidak boleh mengakui diri paling benar
tetapi menyerahkan semua keputusan nanti dihadapan Allah. Saling menghormati,
saling memberikan kesempatan, adalah proses untuk menemukan kebenaran. Untuk
itu ajaran agama Islam menghendaki terciptanya individu-individu cerdas dan
taat pada Tuhan, bukan individu-individu yang manut, taat pada doktrin
kelompok.
Di abad everyman, dibutuhkan
individu-individu cerdas, yang mau memahami (membaca) kitab suci, menemukan
kebenaran dengan haqul yaqin, mengimaninya, dan betanggung jawab mengajarkannya
kepada seluruh umat manusia dengan menggunakan berbagai cara dan media. Individu-individu
cerdas adalah mereka yang tidak mengklaim kebenaran sebagai milik pribadi
tetapi milik Tuhan yang telah menciptakannya.
Tuhan memerintahkan untuk selalu
memperbaiki diri masing-masing. Allah swt berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. (Ar ra’d [13] : 11). Walahu’alm.
No comments:
Post a Comment