Musim
haji 2015 telah terjadi musibah beruntun di kota Mekkah. Badai gurun, runtuhnya
crane, kebakaran hotel, berdesak-desakkan di Mina, telah memakan kerugian dan
korban yang tidak sedikit. Semua orang setuju, apa yang terjadi di Mekkah
adalah kehendak Tuhan.
Tapi
Tuhan memberi potensi kepada manusia untuk mengetahui apa yang terjadi. Manusia
diberi peluang oleh Tuhan untuk memahami segala apa yang terjadi dengan akalnya.
Segala sesuatu dapat dipahami kalau diketahui sebab-sebabnya.
Tuhan
menciptakan alam semesta dengan sebuah sistem agar manusia bisa memahaminya. Sistem
tersebut adalah ketentuan sebab akibat (kausalitas) dalam setiap kejadian.
Keterangan Tuhan berkaitan dengan sistem sebab akibat, dijelaskan di dalam
AL-Qur’an;
“Dialah
Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Lahir dan Yang Batin; dan Dia Maha Mengetahui
segala sesuatu. (al Hadiid:3).
Ayat
ini bicara tentang ketetapan hidup, bahwa segala sesuatu yang diciptakan Tuhan,
terbangun dengan sistem sebab (awal) dan akibat (akhir). Tuhan sendiri memosisikan
diri sebagai Pencipta yang paling tahu tentang sebab paling awal, dan akibat
paling akhir, dan diri-Nya sendiri sebagai awal sebab dan akhir akibat. Lalu
Tuhan menetapkan sistem ini dalam setiap kejadian.
Dalam
memahami sebab akibat suatu kejadian, manusia diberi keterbatasan oleh Tuhan.
Hal ini dapat kita baca pada kalimat terakhir ayat di atas, Tuhan menyatakan
diri sebagai Yang Maha Mengetahui. Kalimat ini bisa diartikan sebaliknya, bahwa
manusia memiliki keterbatasan dalam mengetahui sebab atau akibat setiap
kejadian.
Makna lain dari ayat di atas adalah manusia telah diberi kemampuan mengetahui sebab dan akibat setiap kejadian. Hanya saja, manusia harus menyadari bahwa segala pengetahuan bukan milik manusia, tetapi milik Tuhan. Maka hendaknya, setiap pengetahuan yang berhasil kita temukan harus diakui sebagai pemberian dari Tuhan. Hal ini harus dilakukan karena menjadi etika para pemikir agar terhindar dari kesombongan. Bentuk kesombongan terbesar yang dilakukan para pemikir setelah mengetahui sebab atau akibat kejadian adalah mengingkari keberadaan Tuhan.
Sudah ketetapan-Nya, setiap kejadian, pasti memiliki sebab-sebab. Namun karena keterbatasan manusia, sebb-sebab tersebut ada yang bisa dengan cepat diketahui, ada yang membutuhkan jangka waktu lama. Suatu sebab memiliki jangka waktu lama untuk diketahui karena faktor penyebabnya bersifat multi sehingga sulit diketahui sebab pastinya, bisa jadi dimensi kejadian terlalu kecil atau terlalu besar, sehingga manusia tidak bisa memastikan mana sebab sesungguhnya. Dengan demikian kejadian menjadi tidak bisa dipahami.
Saat ini, untuk membantu menjelaskan sebab-sebab kejadian yang rumit dan membutuhkan waktu lama dalam pembuktiannya, manusia mulai menggali sumber pengetahuan lain yang bersumber dari intuisi dan wahyu. Setiap kejadian harus dikaji dari berbagai sumber pengetahuan. Faktanya bahwa memahami setiap kejadian hanya dari satu sumber pengetahuan telah melahirkan manusia-manusia kerdil, kurang cerdas, merusak, dan lemah.
Kegagalan manusia dalam menjelaskan suatu kejadian adalah menapikan potensi-potensi yang dimiliki manusia dalam menggali pengetahuan. Masyarakat Barat, menjelaskan kejadian hanya menggunakan pengetahuan rasional. Sebaliknya masyarakat Timur mengutamakan pengetahuan-pengetahuan intuitif dan kurang peduli pada pengetahuan rasional. Kalangan agama menjadikan sumber wahyu sebagai satu-satunya sumber pengetahuan, tanpa memperdulikan pengetahuan rasional, dan mengharamkan pengetahuan intuitif.
Ketidakseimbangan dalam menggali pengetahuan adalah awal dari krisis kemanusiaan yang terjadi saat ini. Untuk mengantisifasinya, dibutuhkan kemampuan berpikir holistis, melibatkan seluruh sumber pengetahuan agar manusia bisa menjelaskan sebab-sebab kejadian secara bijaksana dan penuh tanggungjawab.
Seyogyanya, apa yang menimpa Kota Mekkah harus ada yang berani memahami sebab-sebabnya dari berbagai sumber pengetahuan. Sumber rasional, intuitif, wahyu, dikumpulkan agar melahirkan kesimpulan utuh demi kemaslahatan manusia di masa depan sampai menembus akhirat. Wallahu ‘alam.
(Muhammad Plato, Penulis Buku Hidup Sukses dengan Logika Tuhan. Follow @logika_Tuhan)
No comments:
Post a Comment