Ini adalah sebuah kasus
dalam rumah tangga bersumber dari dalam kerabat dekat saya. Suatu ketika
percekcokan antara suami dan istri terjadi. Sang istri merasa terdzalimi karena
Sang suami selalu memberi uang atau barang dalam jumlah besar kepada ibu dan
bapak kandungnya tanpa memberi tahu terlebih dahulu Sang Istri.
Sedangkan
alasan Sang Suami melakukan itu karena dia berausaha ingin membahagiakan
ibu/bapaknya, mengingat masa lalu keluarganya yang sangat memprihatinkan. Dulu
ketika Sang Suami baru lulus sekolah menengah kejuruan, bersama bapaknya
berangkat ke Jakarta untuk menemui seseorang yang menjanjikan kerja. Sekalipun
berhasil ditemui, dengan muka kurang ramah orang yang ditemui hanya menjanjikan
lagi kalau ada pekerjaan dipanggil kalau tidak ada mohon bersabar. Kata-katanya
benar menyuruh untuk bersabar, tetapi Sang Suami dan bapaknya jauh-jauh datang
karena sudah dijanjikan kerja, setelah datang menghadap dijawab dengan janji
lagi. Apa boleh buat dengan kecewa Sang suami dan bapak pulang lagi ke kampung”.
Sang Suami berkata, “inilah masa lalu yang selalu saya ingat dalam
hidup saya, sebelum perjalanan pulang, hari sudah waktunya makan siang, karena
perut pun sudah terasa keroncongan. Kami mampir ke rumah makan padang di
pinggir jalan. Setelah selesai makan, inilah....inilah yang saya lihat dengan
mata kepala saya sendiri betapa miskinnya bapak saya waktu itu, uang kertas
yang ada di dompetnya hanya satu lembar hampir tidak cukup untuk membayar makan
dua orang dan untuk ongkos pulang. Getir sekali saya merasakannya saat itu”.
Masa
lalu yang buruk kerabat saya ini, menjadikan Dia seorang Suami Pendendam. Kesedihan,
keterbatasan yang dialaminya bersama orang tuanya di masa lalu, akan diwujudkan
bersama orang tuanya di masa sekarang. Sepertinya kerabat saya ini ingin
menghapus masa lalunya yang miskin dengan membuat kebahagiaan di masa sekarang.
Pertanyaannya,
apakah prilaku suami seperti itu mendzalimi istrinya? Lalu bagaimana dengan
suami yang memberi kepada orang tuanya tanpa sepengetahuan istri?
Mari
saya jelaskan. Hidup dalam rumah tangga seperti dalam sebuah negara. Dalam
negara harus ada pemimpin demikian juga dalam keluarga. Pemimpin dalam negara
harus ditetapkan, demikian juga dalam keluarga. Pemimpin dalam negara
ditetapkan oleh Tuhan berdasarkan kesepakatan rakyat. Pemimpin dalam keluarga
ditetapkan langsung oleh Tuhan, diberikan kepada Suami. (lihat An Nisaa:34).
Ketetapannya
dari Tuhannya adalah pemimpin harus mengayomi, melayani, dan tugas bawahan
yang dipimpinnya adalah mentaati segala keputusan pemimpin. Sekalipun sudah
menjadi seorang pemimpin, siapapun tidak bisa durhaka kepada kedua orang tuanya,
mereka harus berbakti kepada kedua orang tuanya. Berbakti kepada kedua orang
tua adalah kemutlakan bagi manusia dari anak-anak sampai usia tua.
Maka dari itu, salah satu ciri pemimpin (suami) yang adil adalah yang amat baik terhadap ibu bapaknya. Berdasarkan ketentuan ini, kalau kita kaji kasus kerabat saya di atas, apa yang dilakukan suami tidak mendzalimi istrinya. Bahkan Sang Istri yang terancam durhaka kepada Tuhan, karena telah menentang keputusan suami untuk menjalankan perintah Tuhan.
Bagaimana
dengan tindakan suami yang memberi kepada kedua orang tuanya tanpa
sepengetahuan istri, apakah dia berdosa? Tugas pemimpin adalah mengayomi,
menyayangi, mensejahterakan istri. Hal yang harus diperhatikan istri adalah
apakah tindakan suami selalu berada di atas perintah Tuhan, dan apakah nafkah
yang diberikan halal?
Diketahui
atau tidak diketahui, para suami yang selalu berbuat baik kepada ibu bapaknya
dia telah melaksanakan perintah Tuhan. Tidak ada dosa untuk suami yang berbakti
pada kedua orang tuanya sekalipun istrinya tidak tahu. Hukum ini sama dengan
sedekah, diketahui atau tidak diketahui sama-sama menjadi pahala.
Adapun
sikap seorang istri yang merasa terdzalimi, dia harus mempelajari lagi ilmu
agama. Perasaan terdzalimi dialami karena si istri tidak memahami posisi, dan
tidak memiliki keikhlasan untuk hidup diatur oleh ketetapan Tuhan.
Kesimpulan
saya, sikap seharusnya Sang istri, jika kelak menemukan suaminya selalu memberi
sesuatu kepada kedua orang tuanya tanpa sepengetahuan dirinya, maka
sesungguhnya dia harus bersyukur kepada Tuhan karena Dia telah diberkahi rezeki
banyak oleh Tuhan, karena di beri suami yang taat pada perintah Tuhan.
Mertua
mu adalah ibu mu, siapapun yang menyakiti hati ibunya maka kesengsaraan lah
yang akan dia dapatkan. Itulah penjelasan saya, semoga para istri dan suami
bisa memahami posisinya masing-masing dalam keluarga. Semoga Allah memberi
hidayah kepada kita semua. Wallahu ‘alam.
No comments:
Post a Comment