Menurut
Fahmi Basya dalam bukunya Bumi ini Al-Qur’an, yang pertama kali diciptakan Tuhan
adalah logika. Semua manusia yang diciptakan Tuhan, dalam hidupnya berlogika. Jika
ada orang menghalang-halangi orang lain berlogika, maka dia telah melarang hak
paling dasar dari manusia. Perbuatan melarang orang lain berlogika, sama dengan
pelanggaran HAM dan pelanggaran terhadap kehendak Tuhan.
Dasar
berlogika adalah berpikir mencari awal
dan mencari akhir. Kemudian dikenal mencari sebab atau akibat. Sebagaimana sudah
saya jelaskan fungsi berlogika, saya setuju dengan para ahli, ada di otak sebelah kiri. Otak kanan berfungsi
mencari alternatif pengetahuan yang disimpan di otak.
Otak kanan tidak berlogika. Jika ada orang mengatakan berpikir dengan
logika kanan, menurut saya tidak tepat. Sebab
fungsi berlogika tetap ada di otak kiri, dan menurut saya segala informasi tersimpan di otak kanan.
Di
otak kanan tersimpan pengetahuan purba, yang sudah ada sejak manusia sebelum
lahir ke dunia. Tepatnya pengetahuan purba ini tersimpan dalam otak reptil atau
menurut Haruyama disebut sebagai otak nenek moyang. Kemudian ada juga bagian
otak spiritual tempat tersimpannya pengetahuan purba dari Tuhan. Berdasarkan pengetahuan purba yang ada di
otak spiritual, sangat tidak mungkin manusia tidak mengenal Tuhan, sekalipun
dia mengaku Atehis.
Pengetahuan
purba yang ada dalam otak kanan, sering muncul tiba-tiba yang kita sebut
intuisi. Itulah sebabnya orang-orang yang tidak mendapat wahyu dari Tuhan, ada
kalanya tampil sebagai orang bijaksana, karena pada dasarnya setiap orang
memiliki pengetahuan purba yang ada dalam otak kanannya. Kelebihan orang-orang
bijaksana, sekalipun tanpa wahyu, dia pandai menggali dan menggunakan
pengetahuan purba dalam menjalankan roda hidupnya.
Masalahnya,
sedikit orang yang bisa mengenali pengetahuan-pengetahuan purba yang ada di
otak kanannya. Bertapa, semedi, berkhalwat adalah cara-cara orang agar bisa
mengenali pengetahuan-pengetahuan purba yang ada di otak kanannya. Dengan cara
demikian pun tidak semua orang bisa tampil menjadi manusia bijaksana, sering
tersesat karena bisikan-bisikan pengetahuan dari setan.
Untuk
itulah, Tuhan menurunkan wahyu kepada manusia melalui utusan-utusannya yang
terpercaya. Salah satunya utusan yang terakhir adalah Nabi Muhammad saw. Tanpa
wahyu, sekalipun manusia mampu mengenali pengetahuan-pengetahuan purba dalam
otak kanannya, kondisinya sangat riskan karena potensi tersesat sangat tinggi akibat adanya
bisikan-bisikan setan.
Selain
pengetahuan purba, di dalam otak kanan tersimpan pula pengetahuan-pengetahuan
dari hasil penginderaan panca indera. Pengetahuan dari hasil penglihatan,
pendengaran, peraba, penciuman, dan perasa semua disimpan dalam otak kanan.
Faktanya,
pengetahuan yang banyak digunakan untuk mengambil keputusan adalah pengetahuan
hasil panca indera yang bersumber dari alam (empiris). Kecenderungan pada
pengetahuan alam, melahirkan kondisi-kondisi yang memprihatikan sekarang,
seperti krisis moral. Kebanyakan orang, berpikir untuk hidup sejahtera tanpa
memikirkan kesejahteraan orang lain.
Wahyu
adalah kumpulan pengetahuan dari Tuhan. Wahyu sebenarnya tersimpan dalam otak
kanan yang disebut pengetahuan purba.
Untuk memudahkan manusia mengetahuinya, maka dengan kasih sayangnya, Tuhan
menjelaskan pengetahuan purba yang ada dalam otak kanan melalui wahyu, yang
diturunkan kepada utusan-Nya. Utusan-Nya yang terakhir adalah Nabi Muhammad
saw.
Melalui
wahyu (Al-Qur’an), manusia bisa menggunakan panca inderanya untuk mengetahui
pengetahuan yang ada di dalamnya, kemudian memprosesnya (memahami) dengan
logika yang dimilikinya dan membuktikannya di alam (empiris). Melalui
pengetahuan-pengetahuan yang ada dalam wahyu, manusia dituntut berpikir logis
dan empiris, serta tetap mengakui ada hal-hal ghaib yang selalu terus mendorong
untuk diketahuinya.
Dengan
tetap yakin kepada hal-hal ghaib (belum diketahui), manusia tidak akan pernah
lupa pada Tuhan yang menciptakannya. Pada akhirnya, manusia akan terus berharap
suatu saat akan berjumpa dengan penciptanya. Mereka berharap terus berjumpa
sampai pada waktu yang dijanjikan yaitu kehidupan akhirat yang masih ghaib.
Perbedaan
sikap manusia bukan pada keberfungsian otak kiri atau otak kanannya, melainkan
sumber pengetahuan yang diolahnya. Jika yang diolahnya cenderung pada
sumber-sumber empiris maka kemungkinan akan terjadi penyimpangan. Demikian
sebaliknya, jika yang diolahnya cenderung pada sumber-sumber purba, wahyu,
tanpa pembuktian empiris kemungkinan terjadi penyimpangan pula.
Yang
diajarkan Tuhan melalui wahyu-Nya, kita harus memanfaatkan pengetahuan purba
atau pengetahuan wahyu dari Tuhan, dan pengetahuan empiris, secara seimbang.
Nabi Muhammad saw adalah contoh teladan yang telah mempraktekkannya.
Dalam
hidupnya, Nabi Muhammad saw menggunakan pengetahuan dari Tuhan melalui wahyu, dan membuktikan
kebenarannya di tataran empiris dengan membuktikannya sendiri. Beliau adalah ahli
logika, ahli perang, pemimpin jujur dan sangat berpengaruh. Untuk itulah menurut Michael H. Hart, Muhammad saw, pantas menjadi pemimpin nomor satu paling
berpengaruh di dunia. Sekian
dulu penjelasan dari saya. Semoga memberi pencerahan.
Salam sukses dengan logika Tuhan, follow me @logika_Tuhan.
No comments:
Post a Comment