Ada diskusi
menarik, saya lakukan dengan seorang pemilik perguruan tinggi. Karirnya di mulai dari
seorang office boy di perguruan tinggi hingga jadi pemilik 15 cabang perguruan
tinggi di Indonesia. Kini dia sedang membangun sebuah universitas di luar Jawa,
dan membangun kampus empat lantai di Kota Bandung.
Ketika saya
dalami, kapan awal kesuksesannya di mulai? Beliau bercerita dengan penuh
antusias. Usahanya mengembangkan perguruan tinggi dimulai tahun 2007. Setelah
saya korek tentang bagaimana kiat sukses membangun kerajaan perguruan
tingginya? Pada tahun 2007 di saat-saat perguruan tinggi yang dikelolanya merugi,
dia menggunakan logika Tuhan, bersumber dari Al-Qur’an At-thalaq ayat 7, yang
intinya disaat kekurangan disitulah kita harus mengeluarkan apa yang kita
miliki di jalan Tuhan.
Logika dari
Tuhan ini, Dia lakukan dengan penuh kepastian, bahwa sedekah yang dikeluarkan
akan mendapat pengembalian sampai 700 kali lipat bahkan lebih. Pada saat itu
Beliau sedekahkan sebidang tanah untuk tempat dibangunnya sebuah masjid. Jika diuangkan tanah
tersebut bernilai 70 juta. Setelah mengeluarkan sedekah tanah saat kekurangan, dalam
beberapa bulan ke depan jumlah mahasiswa di perguruan tinggi yang dibinanya mengalami
peningkatan signifikan. Kampusnya terus berkembang hingga 15
cabang di seluruh Indonesia.
Logika hidup
seperti di atas, Beliau terus praktekkan untuk meningkatkan, mengembangkan kerajaan
perguruan tingginya. Terakhir Beliau cerita, saat menghadapi lebaran, saldo
rekeningnya tidak cukup untuk memenuhi kewajiban membayar THR dan transport
pesawat karyawan yang mau pulang ke pulau Jawa. Dengan penuh kepastian, seluruh
saldo rekening yang dimilikinya dia sumbangkan untuk yatim piatu, pembangun
masjid, dan berbagai kegiatan amal lainnya. Lalu menjelang jatuh tempo pembayaran
THR dan kepulangan para karyawan, Beliau cek rekeningnya sudah kembali penuh
dan lebih dari cukup untuk membayar THR dan biaya tranport mudik para
karyawannya.
Sekarang, dia
sedang membutuhkan uang banyak sekali untuk membangun universitasnya di luar Jawa.
Maka untuk mewujudkan cita-citanya, Beliau bertransaski dengan Tuhan dengan
merenovasi masjid di kampungnya yang sudah bertahun-tahun tidak mengalami
perubahan. Kini Beliau sedang membangun Masjid di kampungnya persis seperti salah satu
masjid yang ada di rest area tol Cipularang. Ketika saya lihat, photo masjid
yang sedang dibangunnya, masjid dengan desain seperti itu saya taksir akan
menghabiskan uang miliaran rupiah.
Ketika saya
tanya mengapa melakukan itu? Beliau menjawab, kampus yang dibangunnya
memerlukan biaya besar, maka pengungkit rezekinya pun harus besar. Luar biasa!
Ternyata Beliau adalah master of god
logic.
Lalu saya
bertanya, “apakah diantara kawan-kawan Beliau sebagai pengusaha, muslim maupun non
muslim melakukan hal yang sama?” Beliau
menjawab, “sama!” Bahkan orang-orang non muslim sudah meyakini bahwa hukum
menerima lebih banyak dengan lebih dahulu memberi, adalah hukum alam.
Kata Beliau, hukum
alam ini sudah lumrah dan banyak dilakukan oleh para pengusaha di seluruh
negara di dunia, tanpa melihat etnis, bangsa, dan agama. Semua orang, para
pengusaha, telah yakin bahwa untuk meningkatkan kekayaan yang dimilikinya,
mereka harus mengeluarkan kekayaan yang dimilikinya dalam jumlah banyak. Program charity, CSR, melalui foundation, dikeluarkan oleh pengusaha-pengusaha kaliber dunia, dengan keyakinan bahwa semakin banyak pengeluaran maka perusahaannya akan semakin berkembang berlipat-lipat.
Khusus yang beragama Islam, seharusnya mereka menjadi orang-orang yang paling banyak memberi, karena printahnya sangat jelas ada dalam kitab suci Al-Qur'an. Bagi non muslim, dan ilmuwan Barat, hukum memberi lalu menerima adalah hukum alam, tetapi bagi seorang muslim itulah ketentuan Tuhan. Dan bagi seorang muslim memberi menjadi sebuah kewajiban ibadah kepada Tuhan.
Dari hasil
diskusi ini saya mengambil sebuah penalaran bahwa suatu saat logika orang-orang dalam mengumpulkan harta kekayaan
akan mengalami perubahan. Semula mengumpulkan kekayaan dengan mengambil dan mengumpulkan
sebanyak-banyaknya, dengan menjadi peminta-minta, dan kikir, akan berubah dengan menjadi dermawan,
mengeluarkan harta sebanyak-banyaknya agar hartanya bertambah banyak. Karena pola berpikir ini akan menjadi pola pikir mainstream seluruh lapisan masyarakat, maka sangat logis jika suatu saat, akan sangat sulit mencari orang-orang yang mau menerima pemberian. Semua orang
akan beramai-ramai memberi, karena yakin dan pasti dengan cara demikianlah harta dan
kesejahteraannya akan bertambah lebih banyak lagi.
Jika logika
masyarakat sudah terjadi demikian, maka ramalan Nabi Muhammad saw yang
diungkapkannya dalam sebuah hadis, sangat logis dan akan benar-benar terjadi.
Haritsah bin
Wahab (al-Khuza'i 2/116) berkata, "Saya mendengar Nabi bersabda,
'Bersedekahlah! Sesungguhnya akan datang atasmu suatu masa ketika seseorang
berjalan membawa sedekahnya lalu ia tidak menjumpai orang yang mau menerimanya.
Seseorang berkata, 'Seandainya kamu membawanya kemarin, niscaya saya terima.
Adapun hari ini maka saya tidak membutuhkannya.' (Shahih Bukhari)
Abu Musa r.a mengatakan bahwa Nabi saw bersabda, "Sungguh akan datang kepada manusia suatu masa yang mana seseorang berkeliling-keliling dengan (membawa) sedekah emasnya. Kemudian ia tidak mendapati seseorang yang mau mengambilnya. Tampaklah (pada masa itu) seorang laki-laki diikuti oleh 40 orang wanita, yang mereka bersenang-senang dengan laki-laki itu, karena sedikitnya jumlah kaum laki-laki dan banyaknya kaum wanita." (Shahih Bukhari)
Sekalian umat
manusia, apakah kamu tidak berpikir? Apa yang dikemukakan Nabi Muhammad saw, bersumber
dari logika Tuhan. Shalawat dan salam sejahtera untuk Nabi Muhammad saw sang
maha guru logika Tuhan.
No comments:
Post a Comment