Jika kita membandingkan antara
otak kanan dan otak kiri, diperkirakan potensi kekuatan yang dimiliki oleh otak
kanan 100.000 kali lipat dari kekuatan yang dimiliki otak kanan. Sekarang ini
pentingnya pendidikan berbasis otak kanan disuarakan secara jelas,
kursus-kursus yang bertujuan mengembangkan kemampuan bayi-bayi pun berkembang
pesat karena untuk melatih otak kanan tidak diperlukan hal khusus.
(Haruyama:2014)
Haruyama seorang penulis buku
“Keajabiban Otak Kanan”, memberi kesaksian bahwa dengan memfokuskan pada otak
kanan, hidup lebih sehat dan menyenangkan. Haruyama punya pendapat berbeda
dengan teori-teori sebelumnya, Beliau berpendapat bahwa otak kiri adalah otak
yang mengelola dan mengendalikan kebutuhan dan perasaan senang maupun tidak senang.
Singkatnya, kegiatan emosional yang tadinya dianggap fungsi otak kanan,
Haruyama berpendapat ada di otak kiri.
Saya setuju dengan pendapat Haruyama.
Sikap baik atau buruk seseorang ditentukan oleh pengetahuan yang dimilikinya.
Coba saja anda pikirkan, pada saat kita akan mengambil keputusan, sekecil
apapun keputusan tergantung pada pengetahun yang kita miliki. Pengetahun yang
ada dalam kepala, akan diolah oleh otak kiri dengan berpikir sebab atau akibat.
Contoh, jika anda ditipu orang. Pengetahuan
yang lazim dimiliki oleh setiap orang adalah rugi. Pengetahun jika kena tipu
rugi, pengetahuan itu bersumber dari alam (empiris). Logika empiris berlaku
sebab akibat instan. Saat itu terjadi, saat itu pula akibatnya diterima.
Rata-rata orang terjebak dengan logika isntan dari pengetahuan empiris.
Jika di tipu pengetahuannya rugi,
maka emosi yang akan muncul adalah negatif. Marah, kesal, ingin menghukum si
penipu, dan tindakan pun bisa brutal. Menyiksa, membakar, dan menganiaya si
pelaku.
Sebaliknya ada pengetahuan lain, “jika
ditipu justru kita untung”. Pengetahuan ini di dapat bukan dari logika alam
(empiris). Pengetahuan ini di dapat dari logika non empiris, bersumber dari
pengetahuan yang sudah ada dalam otak milyaran tahun yang lalu. Secara ilmiah
Haruyama mengatakan bahwa pengetahuan ini terdapat dalam otak kanan. Dalam struktur
pembagian otak, bagian otak yang menyimpan informasi milyaran tahun yang lalu,
terdapat pada bagian otak reptil. Haruyama menyebutnya otak nenek moyang. Pengetahun
ini sering disebut oleh kebanyakan orang sebagai pengetahuan instingtif.
Pengetahuan instingtif yang sudah ada sejak milyaran tahun lalu, tersimpan
dalam gen manusia.
Kebanyakan orang berpendapat
tindakan-tindakan instingtif bukan digerakkan oleh logika. Padahal, tindakan
instingtif itu bersumber dari pengetahuan yang tersimpan dalam gen, dan yang
memberi pertimbangan spesifik sampai menjadi tindakan adalah otak kiri. Maka dari
itu tindakan instingtif pada hakikatnya adalah tindakan logis yang sumber
pengetahuannya dimiliki manusia dari non empiris.
Saya punya pandangan, jika
pengetahuan empiris sumbernya dari logika alam, maka logika non empiris
bersumber dari pengetahuan yang tersimpan di dalam otak milyaran tahun lalu.
Pengetahuan yang tersimpan dalam otak milyaran tahun lalu, sumbernya bisa kita
gali dari kitab-kitab suci yang pernah diturunkan kepada para Nabi dari
berbagai agama yang pernah ada.
Sehubungan dengan turunnya kitab
suci kepada para Nabi dengan masa sekarang cukup panjang, yang jadi
permasalahan adalah sulit membedakan antara kitab suci yang otentik wahyu
Tuhan, atau rekayasa tangan manusia. Semua kitab suci yang dimiliki oleh kaum
beragama saat ini, dianggap sebagai wahyu otentik, ketika ditanya apa bukti
keotentikannya tidak pernah ada kata sepakat.
Jarak yang paling dekat antara
kita dengan turunnya wahyu kepada seorang Nabi adalah kitab suci Al-Qur’an yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Jarak antara wahyu dengan kita, hanya 1400
tahun. Dibanding dengan kitab-kitab suci agama lain, kitab suci agama Islam
merupakan kitab terbaru yang masih bisa digali keotentikannya, mengingat
jaraknya belum begitu lama. Bukti-bukti sejarah turunnya Al-Qur’an, proses
penyusunan, secara historis masih bisa kita gali dan tidak begitu sulit
dibanding menggali sejarah turunnya kitab-kitab suci agama terdahulu.
Dalam hal ini, saya tidak mengajak
anda berdebat tentang keyakinan, tetapi mendudukkan wahyu sebagai sumber
pengetahuan. Secara historis, kitab suci Al-Qur’an masih bisa diteliti
keotentikannya karena sumber-sumber sejarahnya masih banyak tersebar di
permukaan bumi. Berdasarkan pendekatan historis, kitab suci Al-Qur’an
otentisitas isinya masih bisa diandalkan di banding dengan kitab-kitab suci agama
lain.
Dari pengetahun kitab suci Al-Qur’an,
diketahui bahwa penciptaan alam semesta berdasarkan hukum-hukum yang tidak
pernah mengalami perubahan dari dulu hingga sekarang. “...sunnatullah yang telah berlaku sejak
dahulu, kamu sekali-kali tiada akan menemukan perubahan bagi sunatullah itu”.
(Al Fath:23).
Di dalam Al-Qur’an juga
dijelaskan bahwa Allah telah mengajarkan kepada Adam nama-nama. Menurut Prof.
M. Amin Aziz, penulis buku The Power Of Alfatihah, penjelasan Al-qur’an di atas
mengandung arti Allah telah menyimpan di dalam diri manusia pengetahuan tentang
sesuatu. Jika dikaitkan dengan pendapat Haruyama, maka benar adanya bahwa di
dalam otak manusia khususnya dalam otak reptil (otak nenek moyang) sudah
tersimpan pengetahuan yang usianya milyaran tahun yang lalu, yaitu sejak awal
penciptaan Adam.
Untuk menggali pengetahuan yang
ada dalam otak reptil (otak nenek moyang), Kitab suci Al-Qur’an yang dianggap
paling otentik sebagai wahyu Tuhan, dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan,
untuk mengembangkan logika-logika kanan yang sedikit berbeda dengan
logika-logika kiri dari alam. Seluruh pengetahuan yang terdapat dalam kitab
suci bersumber dari Tuhan, adalah keterangan dari Tuhan tentang
pengetahuan-pengetahuan yang telah tersimpan dalam otak kanan manusia secara
generatif. Tanpa bantuan wahyu manusia tidak dapat mengoptimalkan pengetahuan
yang telah dimilikinya.
Kembali kepada contoh permasalahan,
“kenapa ditipu akibatnya bisa menguntungkan?” Melalui bantuan pengetahuan dari
wahyu, “setiap barang yang lepas dari tangan akan datang kembali dengan
sendirinya”. Bentuk lepasnya barang dari
tangan ada yang disengaja (sedekah), ada yang tidak sengaja (hilang), ada yang
dipaksa (dirampok), ada yang dirayu (tertipu). Bagaimanapun lepasnya barang
dari tangan, semuanya masuk pada ketentuan bahwa barang yang lepas dari tangan
akan kembali, bahkan berlipat-lipat.
Jika pengetahuan wahyu (otak
kanan) di atas, menjadi pertimbangan dalam berlogika, maka emosi yang
dihasilkan adalah ketenangan, harapan, dan keberuntungan. Sependapat dengan Haruyama, emosi seseorang berada di wilayah otak kiri dengan melakukan perhitungan untuk rugi. Hal yang mempengaruhi emosi seseorang adalah olahan pengetahuan yang dimilikinya bukan otaknya.
Haruyama berpendapat semua
kebaikan orang, timbul dari wilayah perhitungan kebutuhan akan suka atau tidak
suka, senang atau tidak senang. Jika seorang tidak dihargai atau bersikap
kontra terhadap orang lain, maka orang itu menjadi tidak baik. Adapun juga
meskipun sangat jarang, orang yang meskipun merasa dendam kepada temannya
ataupun tidak dihargai, dia masih menunjukkan sikap baik. Orang tersebut termasuk ke dalam
jenis orang yang berada di tingkat tinggi (high
level).
Oleh karena itu, saya
berkesimpulan ketika kita berlogika, dan sumber pengetahuannya dari wahyu (Al-Qur’an),
maka kita sedang mengaktifkan otak kanan. Sistem kinerja kedua belah otak tidak
saling mengunggulkan, tetapi keduanya otak kiri dan otak kanan saling tukar informasi
dan bekerja sama. Belakangan ini, orang-orang kebanyakan fokus pada pengetahuan
yang dihasilkan otak kiri, sedangkan pengetahuan yang telah lama dimiliki otak
kanan dianggap tidak berguna atau dianggap takhayul (mitos).
Sumber pengetahuan sesungguhnya ada di otak
kanan, tetapi untuk mencari kebenaran agar mendapatkan keyakinan, kita butuh
kerja sama dengan otak kiri, dengan mencari informasi dari alam untuk mencari
kebenaran, keyakinan tentang pengetahuan-pengetahuan yang telah dimiliki oleh
otak kanan ribuan tahun yang lalu.
Menggali informasi dari wahyu,
bekerjasama dengan pengetahuan otak kiri, sama dengan mengaktifkan kembali otak kanan yang
kurang berfungsi, untuk melahirkan
manusia-manusia tingkat tinggi seperti para Nabi. Walllahu ‘alam.
Salam sukses dengan logika Tuhan.
Follow me @logika_Tuhan.
No comments:
Post a Comment