Sudah diperkirakan sejak
awal, Pekan Kondom Nasional yang ditandai dengan kegiatan bagi-bagi kondom
kepada masyarakat akan menuai kontroversi. Sebelumnya rencana pembuatan ATM
Kondom di tempat umum, yang sama digagas untuk mengendalikan penyebaran
penyakit HIV/AID, urung terlaksana.
Dalam nuansa religius, masyarakat tidak memandang kondom sebagai alat penghambat penularan HIV/AIDS belaka. Di balik kondom, masyarakat menganggap ada ideologi yang bertabrakan dengan nilai-nilai ajaran agama. Perbuatan jinah jangankan melakukan, mendekati saja sudah dilarang. Untuk itu anjuran penggunaan kondom agar aktivitas seks (perjinahan) aman dari penularan HIV/AIDS, dianggap bertentangan dengan nilai-nilai agama.
Lain halnya di negara-negara sekuler, penggunaan kondom dianggap salah satu langkah tepat untuk mengurangi penyebaran penyakit HIV/AIDS. Sebab di dalam kepercayaan sekuler, tidak ada larangan jinah, bahkan berhubungan seks di luar nikah menjadi gaya hidup masyarakat. Memenuhi kebutuhan seks, dianggap seperti memenuhi hajat ketika perut lapar, bisa makan di warung mana saja. Bahkan dalam budaya sekuler, hidup serumah sebelum nikah dianggap budaya dan lumrah dilakukan sebagai langkah awal menuju jenjang pernikahan.
Di dalam masyarakat religius, perbuatan seks di luar nikah dianggap dosa besar, pelakunya dipandang rendah, dan akan mendapat sanksi sosial (dikucilkan), karena dianggap tidak taat pada nilai-nilai ajaran agama. Untuk itu para pelaku seks di luar nikah, penjaja seks, homoseks, lesbi, tidak diterima keberadaannya di lingkungan masyarakat.
Sekalipun di negara-negara religius, praktek-praktek seks menyimpang itu ada, namun tidak berarti keberadaannya menjadi sebuah kebiasaan yaang wajar diterima masyarakat. Prilaku seks diluar nikah tetap dinilai negatif karena bertentangan dengan nilai-nilai ajaran agama. Sekalipun masyarakat diam, tetapi di tataran ideologi masih menjaga nilai-nilai ajaran agama untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Maka dari itu, Pekan Kondom Nasional yang bertujuan mensosialisasikan penggunaan kondom dalam hubungan seks beresiko (jinah), guna menghambat penyebaran HIV/AIDS, mengalami hambatan ideologis. Pesan penggunaan kondom untuk mengendalikan penularan HIV/AIDS, dipersepsi melegalisasi, memfasilitasi, dan memberi saran kepada seluruh masyarakat untuk berhubungan seks di luar nikah dengan aman. Sementara di dalam ajaran agama sangat dilarang.
Bukan masyarakat yang tidak memahami tujuan penggunaan kondom dalam penyebaran HIV/AIDS, tapi cara padangnya yang berbeda. Semua sepakat, penularan penyakit HIV/AIDS harus sesegera mungkin diantisifasi.
Di negara-negara
sekuler, penggunaan kondom dalam hubungan seks bebas sesuai dengan ideologi mereka. Berhubungan
seks bebas bukan perkara negatif. Justru melarang,
menghambat, atau mengganggu seseorang untuk berhubungan seks bebas adalah suatu
pelanggaran hak asasi dan dianggap perbuatan tercela.
Dalam
persepsi masyarakat religius, penggunaan kondom dapat diterima hanya
sebagai alat kontrasepsi pengendali kehamilan bagi pasangan suami istri. Penggunaan
kondom bagi mereka yang sudah terkena penyakit HIV/AIDS, dan pelaku seks bebas, dapat dibenarkan
tetapi tidak mesti dipublikasikan dalam konteks nasional.
Pasalnya, jika penggunaan kondom disosialisasikan secara terbuka, bisa jadi ada orang-orang terinspirasi, dan merasa nyaman melakukan jinah karena ada kondom. Maka, dikhawatirkan Pekan Kondom Nasional, yang tadinya bertujuan menghambat penyebaran HIV/AIDS, justru mengedukasi masyarakat untuk melakukan hubungan seks bebas dengan nyaman.
Pemerintah dan semua pihak, harus kreatif mengemas program. Kiranya, adil, jika upaya menghambat penyebaran HIV/AIDS dilakukan dengan mengedukasi masyarakat agar semakin taat pada ajaran agama. Selain itu digencarkan kembali program-program pembinaan masyarakat, pemberdayaan perempuan, untuk membangun kehidupan keluarga damai, harmonis dan sejahtera demi terlahirnya generasi berkualitas tanpa seks bebas. Wallahu ‘alam
Salam sukses dengan Logika Tuhan. Follow me
@logika_Tuhan
No comments:
Post a Comment