Sebelumnya saya tidak tahu, kalau ilmu psikologi berawal dari mitos. Mungkin dari kawan-kawan banyak juga yang tidak tahu. Teori-teori psikologi yang terlihat rasional dan empirik itu, ternyata dikembangkan dari mitos Yunani.
Audifak (2010), seorang ahli psikologi memberi penjelasan bahwa psyche adalah kata dasar dari psikologi. Kata psyche sendiri adalah berasal dari kisah mitologi Yunani mengenai putri Psyche dan dewa cinta Eros. Psyche adalah putri cantik yang membuat Sang Cinta (Dewa Cinta bernama Eros) itu sendiri jatuh cinta padanya.
Diakhir cerita, Psyche tidak pernah mendapatkan cinta dari Eros, karena Psyche melanggar ketentuan, yaitu melihat Eros sebelum saatnya tiba. Eros sang Dewa Cinta pergi meninggalkan Psyche. Saat itu Psyche mendengar suara, “Gadis malang—kau belum siap menerima cinta. Akulah cinta itu sendiri, aku tak bisa hidup jika aku tak diyakini ada. Selamat tinggal Psyche”.
Sejak saat itu Psyche hidup terlunta-lunta dihutan belantara. Ada yang mengatakan Psyche berubah menjadi burung hantu. Ada juga yang mengatakan jadi kelelawar. Ada juga yang mengatakan bahwa Eros memaafkan Psyche dan membawanya ke Olimpus.
Dari dongeng inilah lahir sebuah ilmu rasional yang dapat diuji secara empirik bernama Psikologi. Pencarian Psyche untuk menemukan Eros dianggap sebagai pencarian Jiwa untuk menemukan cinta. Hal inilah yang mengsinspirasi munculnya ilmu psikologi.
Pertanyaannya, jika dongeng atau mitos bisa jadi inspirasi untuk mengembangkan ilmu, mengapa wahyu (Al-Qur’an) yang diyakini bersumber dari Tuhan tidak menjadi rujukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan? Bahkan disisihkan dari ilmu pengetahuan. Dianggap tidak logis, dan jauh dari kebenaran rasional. Sementara mitos, dongeng, yang sekarang bisa kita anggap jauh dari kebenaran dan tidak rasional dirajikan rujukan sebagai cikal bakal lahirlnya ilmu pengetahuan rasional.
Siapa yang mabuk? Apa salah jika wahyu Tuhan yang dianggap suci, kita jadikan sumber ilmu pengetahuan? Dunia yang memberi peluang kebebasan berpendapat dan berpikir, semestinya harus memberi peluang kepada wahyu (kitab suci) untuk terlibat dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Disinyalir, sejak dulu ada orang-orang mabuk yang sengaja ingin tetap melepaskan wahyu (Tuhan) dari ilmu pengetahuan. Siapa para pemabuk itu? Mereka yang menganggap kebenaran rasional dan empiris adalah kebenaran yang hakiki. Mereka mendudukkan wahyu pada posisi sebagai sesuatu yang tidak rasional dan penuh mistis, dan dikonflikkan dengan ilmu yang rasional dan empiris. Wahyu dipropagandakan tidak memiliki pijakan rasional dan selalu bertentangan dengan kebenaran ilmu. Padahal mereka mengembangkan ilmu pengetahuan dari sama sekali yang tidak rasional yaitu dongeng dan mitos. Ini benar-benara pola berpikir mabuk yang saat ini sendang mencapai puncaknya.
Pemikiran-pemikiran mabuk kini telah merangsak merusak otak manusia dan menghancurkan tatanan kehidupan dunia. Para pemikir mabuk itu, dulu habis-habisan menentang persamaan kelas, sekarang dia membela habis-habisan persamaan kelas antara laki-laki dan perempuan. Agar terlihat berbeda dari ajaran persamaan kelas mereka beri nama kesetaraan gender dalam arti pertukaran peran antara laki-laki dan perempuan. Sungguh orang-orang mabuk itu telah memutar-mutar kata agar terlihat mulia dihadapan manusia padahal dialah penjilat yang ingin menghancurkan tatanan kehidupan dunia.
Para pemikir mabuk itu, membela perkawinan sesama jenis atas nama hak asasi manusia. Mereka tidak berpikir bahwa sumber penyakit HIV/AIDS, dan kepunahan manusia diambang mata, jika perkawinan sesama jenis menjadi bagian dari kehidupan umat manusia. Regenerasi manusia akan mengalami stagnasi dan kekurangan generasi penerus karena perkawinan sesama jenis tidak dapat menghasilkan keturunan.
Seks bebas yang telah menjadi gaya hidup, akan melemahkan generasi berikutnya. Pembuahan sel yang tidak dilakukan melalui cara-cara sakral yaitu pernikahan, akan melahirkan generasi-generasi yang tidak cerdas secara mental dan spiritual. Jiwa-jiwa perempuan yang mengandung anak tidak melalui proses sakral akan mempengaruhi jiwa anaknya menjadi keruh, dan kecenderungan akan menjadi pemikir-pemikir mabuk yang melanggengkan seks bebas, pronografi, homoseks, persamaan gender dan tidak mengenal Tuhan dalam ilmu pengetahuan.
Tuhan dalam wahyu-Nya ternyata sangat adil. Tuhan lebih mengedepankan rasionalistas, dan melarang mistis. Wahyu Tuhan tidak anti rasio, justru Tuhan dalam wahyunya menantang manusia untuk menggunakan rasio. Orang-orang yang tidak menggunakan rasio dalam memahami wahyu, Tuhan menganggap mereka sebagai makhluk rendahan sekelas binatang ternak dan lebih rendah lagi dari itu.
Sebagai pemikir yang menjadikan wahyu Tuhan sebagai sumber dari segala sumber pemikiran. Saya menantang para pemikir mabuk (hanya mengandalkan kebenaran rasio dan empiris), untuk beradu kekuatan, siapa yang akan punah pada akhirnya? Kamikah yang berpikir atas nama Tuhan atau kalian para pemikir mabuk atas nama mitos? Sesungguhkan Tuhan kami berkata;
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya. (Al Baqarah:154).
Itulah janji Tuhan! Kami para pemikir atas nama Tuhan tidak akan mati, kami akan hidup abadi atas kehendak Tuhan.
Salam sukses dengan logika Tuhan. Follow me @logika Tuhan.
No comments:
Post a Comment