Tulisan ini terinspirasi dari pernyataan pejabat negara dalam sebuah acara dialog televisi swasta. Pernyataan itu berbunyi, “anggota parlemen bukan Nabi”. Artinya anggota parlemen bukan Nabi yang selalu benar, tapi manusia biasa yang tidak pernah luput dari kesalahan”. Pernyataan ini dikemukakan seorang anggota parlemen guna menanggapi dugaan pemerasan BUMN oleh oknum anggota parlemen.
Penulis merasa kurang sependapat, jika pernyataan seperti di atas, keluar dari mulut seorang wakil rakyat yang terhormat. Pernyataan itu bias dengan sikap tidak bertanggung jawab, berlindung di balik kelemahan untuk menutupi kesalahan. Bahayanya jika pernyataan itu menjadi sebuah pembenaran terhadap sebuah kesalahan.
Dalam ajaran agama, dosa (kesalahan) manusia terbagi menjadi dua. Ada kesalahan besar dan kecil, ada juga kesalahan yang tidak termaafkan dan bisa dimaafkan. Salah satu dosa besar yang tidak termaafkan adalah durhaka kepada orang tua dan menyembah kepada selain Tuhan. Di luar itu kesalahan-kesalahan manusia masih bisa termaafkan. Dalam kata lain Tuhan menegaskan kaepada manusia, kesalahan-kesalahan yang tidak termaafkan sangat tidak boleh (dilarang keras) dilakukan oleh manusia, karena hal itu menyangkut asas kehidupan hakiki yang harus dimiliki oleh setiap umat manusia ciptaan Tuhan.
Berdasarkan terminologi di atas, dalam kehidupan politik kesalahan pejabat (pemimpin) terbagi menjadi dua. Kesalahan yang bisa dimaafkan dan kesalahan yang tidak termaafkan. Para pemimpin adalah orang-orang pilihan yang diberi mandat oleh manusia lainnya untuk memimpin umat. Keputusan-keputusannya sangat diharapkan dapat mensejahterakan masyarakat. Maka, para pemimpin sangat dituntut untuk tidak melakukan kesalahan-kesalahan dalam tindakannya, karena akan berdampak pada banyak orang.
Untuk itu para pemimpin sangat dituntut tidak melakukan kesalahan, karena posisinya oleh Tuhan disejajarkan dengan para Nabi.
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri (pemimpin) di antara kamu...” (An nisa:59).
Untuk itu para pemimpin harus hati-hati dalam bertindak. Semaksimal mungkin para pemimpin jangan sampai melakukan kesalahan, apalagi kesalahan yang tidak termaafkan. Larangan Tuhan bagi para pemimpin berbuat kesalahan ditegaskan dengan hukuman berbeda, yaitu dua kali lipat dari manusia biasa.
“Dan mereka berkata: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka adzab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar". (Al ahzab:67-68).
Betul, para pemimpin bukanlah Nabi, tapi Nabi adalah manusia yang juga tidak luput dari kesalahan. Nabi Adam berbuat salah karena memakan buah khuldi, Nabi Musa pernah berkelahi sampai lawannya terbunuh, Nabi Ibrahim belajar dari kesalahan dalam menemukan Tuhannya. Nabi Muhammad saw, salah ketika bermuka masam kepada seorang buta yang hendak mendapatkan pemahaman Islam.
Kesalahan para Nabi bukan kesalahan mendasar yang tidak termaafkan. Dalam perbuatan salahnya, para Nabi tidak berusaha lari, atau berkelit menutupi kesalahan. Mereka menerima kesalahan sebagai bagian dari dirinya, mereka mohon ampun kepada Tuhan dan selanjutnya berkomitmen untuk berbuat kebaikan.
Contohlah! Pengakuan kesalahan yang dilakukan oleh Nabi Adam setelah makan buah khuldi. Nabi Adam mengakui kesalahan bersumber dari dirinya, tidak membela diri dengan menyalahkan setan sekalipun.
Alangkah eloknya jika para pemimpin meneladani para Nabi. Mengakui kesalahan sebagai bagian dari dirinya. Para Nabi tidak berkilah dengan kata-kata untuk menghindar dari kesalahan. Ada baiknya kita belajar dari pepatah, “hindari masalah, dan kamu tidak akan pernah jadi orang yang memecahkannya” (Richard Bach).
Bagi seekor burung, satu-satunya hambatan untuk terbang adalah udara, tapi jika tidak ada udara burung tidak akan bisa terbang. Masalah utama yang dihadapi perahu bermotor adalah air yang menyentuh baling-baling perahu. Tetapi jika tidak ada air, perahu tidak akan bergerak dengan cepat. (www.AsianBrain.com). Masalah adalah kondisi yang harus dihadapi untuk kemajuan bangsa.
Semoga kita semua bisa belajar dari kesalahan seperti para Nabi, bukan membalas kesalahan dengan mencari kesalahan orang lain. Apalagi menutup kesalahan dengan berkilah dibalik kelemahan manusia sebagai makhluk yang tidak luput dari kesalahan.
Benar, para Nabi tidak pernah melakukan kesalahan, tapi para Nabi tidak pernah salah dalam hal-hal yang prinsipil. Dalam hal-hal kecil (terampuni) para Nabi pernah salah. Pemerasan dan kongkalingkong adalah kesalahan prinsip yang tidak termaafkan jika dilakukan pemimpin. Perbuatan itu melanggar asas kepemimpinan dan melukai hati rakyat banyak.
Seyogyanya, semaksimal mungkin para pemimpin tidak boleh melakukan kesalahan asasi, karena akan sangat melukai hati rakyat. Berpikirlah wahai umat manusia.
Salam sukses dengan logika Tuhan. Follow me @logika_Tuhan
manusia yang mulia adalah manusia yang mengakui dirinya sendiri tanpa berpura-pura menjadi orang lain, dan manusia yang mau mengakui kesalahan nya untuk memperbaiki perbuatan nya di masa depan.
ReplyDeleteterimakasih atas komentarnya, semoga sukses
ReplyDelete